Postingan

Kasihmu Ibu

Alfan Majid Sepanjang sajadah masa Selembut kain sutra Seluruh waktu yang menjadi saksinya Engkaulah cahaya pelipur laraku yang merawatku sepenuh cintamu membesarkanku dengan kelembutanmu Sepanjang waktu pagi Engkau bagaikan mentari yang membangunku dengan penuh kehangatan mempersiapkan segala keperluan sekolahku meski lelah dan letih masih membayang di wajahmu namun engkau tetap bersabar dengan tingkahku Sedalam waktu malam Selepas engkau bekerja membantu ayah Dikala tidur lelapku Pernah aku mengintip gerai tangismu di atas sajadah putih Melantunkan doa Memohon segala keselamatan untuk anak-anakmu Kasihmu Ibu Terbentang luas dan panjang disetiap aku terbangun Memberi kehangatan di setiap nafasku mengalun Memelukku bagaikan lembut kain sutra Memberikan segalanya untukku sepanjang masa Kasihmu ibu Sepanjang masa dan aku tak tahu apa jadinya diriku tanpamu

Abadi Kisahmu

                                                                          Alfan majid Pernah kubaca berlembar-lembar kisahmu Mulai dari kertas kusam sejarahmu Takan kulupa tangis sendu masa lalumu Pejuang lama, pupus mengaharum dalam kandungmu Pernah kubaca berlembar-lembar kisahmu Di tengah perjalanan kata yang panjang Ku sebut kau bangkit menyambut satu kenyataan Menyebut kita satu rasa, satu tanah dan sebangsa Pernah kubaca berlembar-lembar kisahmu Siang malam berkali kusebut namamu Seperti orang-orang dulu yang berucap sejuta kali kata Kata yang berjiwa, berteriak-teriak meminta merdeka Pernah kubaca berlembar-lembar kisahmu Di tengah kalimat aku berdiri dan berteriak Merdeka ! Merdeka ! Merdeka ! Merdeka aku, kamu , tanah air dan bangsaku Bangsa yang jika kuikuti kisahnya Langkahku takan lagi meragu pada satu nyawa dalam diri Bahwa aku terlahir di atas tanah yang diperebutkan Bahwa aku tumbuh di samping peluk-peluk indah lautan Menjujung langit

Di Batas Sore

Alfan Majid Dari hati alam langit pun membiru dan awan-awan bergerak menari menghiasi sore yang lugu Sore yang merekah kini tiba di pelabuhan kita jingganya menembus lewat nafas yang dingin menuju jantung pelabuhan seorang gadis dalam diri yang matanya seayu batas sore senyumnya pun akan diingat anak-anak ombak dan anak-anak rinduku yang berguguran Di sini perahu tampak kecil Seperti aku menghafal setiap langkah mundurmu yang mencari jarak antara matahari dan bulan maka sampailah rasaku menjadi senja di pelabuhan melepaskanmu berlayar di bulan yang tampak kecil namun layarmu berkibar di sepanjang semesta meninggalkanku di batas sore dan batas kemampuan

Awal Kemarau

Alfan Majid Hujan turun membagi kasih Pada tanah yang kering Dan jiwa yang menunggu gelisah disapu rintik yang besar Lengkungan tanah yang sepi Riang terisi penuh oleh rintik yang basah mengajakku bersabar atas musim bila kemarau tertidur Rintik itu pasti akan memelukmu Namun mendung di atas menyahut pilu Aku akan habis dan pergi Lengkungan tanah yang gemetar menatap rintik hujan dan kepergiannya yang kelabu Awal  musim kemarau Aroma hujan kembali hanya bau yang membekas diantara debu-debu kering dan aku

Aku

Alfan Majid Aku lumpur hitam di peraduan berjalan menatap kesendirian kelak kelak nanti kini pun tiada berarti nafasku jarang tunduk terus mencicip getir dosa